Tuesday, 30 April 2013

Bila Hati Bercahaya


Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup karena telah berhasil meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan yang telah menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang, seberapa besar sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.

Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini berhasil ditemukan sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah kita ketahui selama ini adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di dalamnya terdapat planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba bersungguh-sungguh mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita. Nah, apalagi planet bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh alangkah dahsyatnya.

Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil meraih segala apapun yang dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian merasa telah sukses – suka tergelincir hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitamnya pada orang lain.
Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah Azza wa Jalla. Mati-matian ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya, pasti tidak akan dapat dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Begitulah kalau orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata tidak ada apa-apanya ini.
Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak akan pernah galau oleh dunia yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim walaa hum yahjanuun! Samasekali tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan apapun di dunia ini. Semua ini tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang begitu hebat dan dahsyat.
Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita latih dalam mempergauli kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.
Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. Nah, kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa krab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.
Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu pengenalan kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."
Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)
Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.
Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang memiliki kedudukan tertentu, hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan jaminan mereka atau siapa pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali dengan izin Allah.
Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.jangan ukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati seseorang karena kedudukan dan kekayaannya, kalau meremehkan seseorang karena ia papa dan jelata, maka ini berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.
Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan seseorang yang sederhana itu sebagai isyarat bahwa Dia akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita.
Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya. Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.
Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan semacam ini baru terasa ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan arti keuntungan bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.
Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa.
Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.
Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.
Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."
Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan hidup di dunia ini, yang sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah dipenuhi dengan cahaya dari sisi Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).

Sumber : www.manajemenqolbu.com

Thursday, 25 April 2013

Al Hikam : Terhalangnya Jiwa Karena Syahwat


“Tidak menutup kemungkinan hati terhenti pada cahaya,sebagaimana terhalangnya jiwa karena gelapnya benda-benda makhluk (syahwat)”  Al Hikam

Segala sesuatu yang kita rasakan,yang kita lihat maupun peristiwa yang kita alami merupakan tabir, sehingga engkau menjadi tidak bisa melihat Allah. Atau pemahaman kita salah dalam menempun jalan makrifat.

Kesalahan itu misalnya kita telah beristiqamah menempuh jalan makrifat, namun tujuan kita dibelokkan oleh keinginan-keinginan lain,bukan merapat kepada-Nya. Tujuan yang dibelokkan oleh hawa nafsu berupa keinginan sebagai seorang khowas; orang yang istimewa di bandingkan manusia awam. Penyebabnya karena hatimu terpengaruh oleh cerita-cerita bohong yang dibesar-besarkan.

Sering kita mendengar seseorang menempuh jalan makrifat, kemudian manusia memberi gelar wali. Ia dihormati dan disegani lantaran ilmunya yang tinggi dan istimewa. Setiap umat yang berjumpa dengannya selalu mencium tangan, menunduk-nunduk dan bersikap sangat sopan. Disiarkan kabar bahwa sang wali tersebut mampu shalat diatas air,berjalan diawan,pergi ke Mekkah  dalam sekejap dan bisa bicara dengan arwah para nabi.

Inikah tujuan dalam menempuh makrifat? Jika tujuannya hanya demikian,maka betapa memalukan. Dan kita akan terhalang oleh nuranimu sendiri. Tujuan bermakrifat hanyalah ingin mendapatkan ilmu yang aneh-aneh dan gaib membuat orang awam berdecak kagum.

Jadi, orang menempuh jalan makrifat haruslah mempunyai tujuan agar bisa dekat dengan Allah. Tentu saja harus istiqomah dalam beribadah. Ibadah yang dilakukan juga tidak macam-macam,tidak ditambah dan dikurangi tetapi tetap pada jalur ajaran Rasulullah dalam sunnahny dan perintah Allah dalam Firman-Nya.

Wednesday, 10 April 2013

Mencintai Rasulullah SAW

Jika Allah SWT dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW maka dapat ditarik kesimpulan tentang posisi kemuliaan laki-laki tampan penutup para rasul itu. Lantas wajarlah sebagaimana termaktub dalam surat Al Ahzab ayat 56, kaum muslim diperintahkan untuk senantiasa bershalawat padanya.
 
Tak hanya manusia,pohon dan binatang pun, dikabarkan bershalawat kepada Beliau. Mereka yang sehari-hari tak pernah kita ketahui bercakap dan berkata-kata itu mengakui dan mengetahui kedudukan Nabi Muhammad SAW. Imam Bukhari dan Imam Muslim pernah meriwayatkan sebuah hadist dari Abdullah bin Masud bahwa sebatang pohon pernah menghampiri Rasulullah SAW ketika sesosok jin berkata kepada Nabi SAW.
 
“Siapa yang akan bersaksi untukmu?” ujar jin itu.
 
Nabi lalu menjawab :”Pohon ini. Kemarilah,wahai pohon!” lantas pohon kayu itu datang dengan mencabut akar-akarnya seaya mengeluarkan suara yang berisik.
 
Hajar Aswad yang ada di Ka’bah,sebagaimana diberitakan hadist riwayat Imam Muslim, diakui Nabi adalah satu batu di Mekah yang tak pernah absen menyalaminya. AlBaihaqi juga meriwayatkan hadist dari Jabir bin Abdullah bahwa jika nabi berjalan maka setiap batu dan pohon yang dilewatinya bersujud memberi penghormatan padanya.
 
Dalam sebuah hadist dengan sanad yang kuat dari Abu Hurairah melalui periwayatan Ibnu Hanbal,dikisahkan pula bahwa Nabi pernah masuk dalam satu taman dan beberapa ekor unta yang ada dalam taman itu bersujud pada beliau. Kisah serupa juga terdapat dalam hadist riwayat Tsa’labah bin Malik,saat Nabi memanggil salah satu unta dan unta yang dipanggil Nabi lantas sujud sampai mulutnya menyentuh tanah. Lalu Nabi bersabda : “Tidak ada sesuatu diantara langit dan bumi yang tidak tahu bahwa saya adalah Rasulullah kecuali mereka yang ingkar dari kalangan jin dan manusia.”
 
Hanya jin dan manusia yang ingkar yang tak mengakui kenabian Rasulullah. Dua golongan inilah yang senantiasa memalingkan hatinya dari kenyataaan bahwa Rasulullah adalah utusan Allah yang hak. Kaum kafir Quraisy yang terus-menerus berusaha membunuh Rasulullah adalah termasuk daripada mereka. Mereka juga kerap menghina dan merendahkan Nabi SAW serta melancarkan fitnah keji padanya.
 
Banyak sekali contoh yang diceritakan sejarah bagaimana cara mencintai dan menghormati Rasulullah SAW. Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. menunjukkan cintanya kepada Rasulullah SAW dengan mengambil resiko kehilangan nyawanya saat bersedia menggantikan Rasulullah SAW berbaring di dipannya ketika pemuda-pemuda terpilih quraisy dengan pedang terhunus sudah mengurung rumah Rasulullah SAW untuk membunuhnya. Demikian pula Umar bin Khatab ra. yang selalu berada digaris depan untuk membelanya,juga Abu Bakar yang selalu setia mendampinginya di segala kondisi.
 
Kita dapat mengambil  perbandingan dari itu semuanya, sebagimana dulu Abu Bakar pernah berujar kepada Nabi saat ia melihat seekor biri-biri sujud kepada Beliau, “Wahai Rasulullah,(sesungguhnya) kami lebih wajib bersujud (mentaati) kepadamu dibanding biri-biri itu.”
 
Allahumma shalli ‘ala sayyidina muhammad wa ‘ala ali muhammad.

Wednesday, 27 March 2013

Lima Perusak Hati

Hati adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak, rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya dan wajib. Tentang perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara, yaitu :

1.    Bergaul dengan banyak kalangan
Pergaulan itu perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Teman-teman yang buruk lambat laun akan menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.
Rasulullah SAW bersabda :

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَذُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ « عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ

»
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW bersabda : seseorang itu atas din saudaranya. Maka lihatlah salah seorang diantara kalian, siapa yang ditemani. (HR. Ahmad)

Artinya, kalau kita ingin melihat kualitas din seseorang, maka lihatlah teman-temannya. Jika temannya adalah orang-orang rusak, maka dinnya rusak. Dan jika temannya adalah orang-orang shalih, maka dinnya pun baik.

Allah Ta’ala berfirman :
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).

Maka bergaullah dengan para ulama’ dan orang-orang sholih, karena ia ibarat makanan yang kita kunsumsi setiap hari. Sedikit saja kita jauh darinya akan menjadikan hati kita jauh dari Allah Ta’ala dan islam. Sebaliknya, kita harus menjauhi teman para ahli bid’ah dan ahli maksiyat, karena ia adalah racunnya hati yang dapat mematikan hati kita dan sulit mendapatkan petunjuk dari Allah Ta’ala.

2.    Larut dalam angan-angan kosong
Angan-angan kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya,khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang sedang mempermainkan bangkai.
Adapun orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang bercita-cita terhadap kebaikan.

3.    Bergantung kepada selain Allah
Ini adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah. Jika seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya:

"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)

Maka orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang hina dan nista.
Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra': 22)

4.    Makanan
Makanan perusak ada dua macam.
Pertama , merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.

Kedua, merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa berat dan
karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.

Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).

5.    Kebanyakan tidur
Banyak tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.
Segera tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.
Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.
Secara umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari, setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Banyak orang yang berpuasa, akan tetapi melakukan beberapa pelanggaran-pelanggaran diatas. Mereka memperbanyak makan karena seharian berpuasa. Ada yang memperbanyak tidur , padahal bulan puasa adalah bulan ibadah bukan bulan untuk memperbanyak tidur. Ada pula yang banyak melamun, bergaul dengan orang-orang rusak dengan alasan untuk menunggu berbuka puasa. Marilah bulan puasa ini kita manfaatkan untuk beribadah, karena tidak ada yang menjamin bahwa kita masih menemui kembali bulan ramadhan tahun depan.

(Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah)

Tuesday, 26 March 2013

Jalan Kesesatan

Allah menciptakan manusia dengan berbagai nikmat dan aturan yaitu Islam. Dengan aturan itu hidup manusia akan terjamin keselamatannya. Akan tetapi dalam kenyataannya,tidak semua manusia mau mengakui dan menerima aturan itu. Bahkan diantara mereka ada yang siang malam senantiasa mengerahkan segala dana dan dayanya untu menghancurkan aturan itu. Mereka itulah orang-orang kafir yang dijanjikan oleh Allah akan masuk neraka.
Mereka dengan sombongnya mengatakan bahwa Allah telah mati,Allah itu tidak ada,alam semesta ini terjadi secara alamiah belaka dan sejuta kalimat kesombongan yang intinya mereka tidak mau mengakui eksisitensi Allah swt. Padahal kalau mereka ditanya, lidah yang digunakan untuk berkata demikian itu siapa yang menciptakan, mereka pasti tidak akan berani berkata “Akulah yang menciptkan”. Sebab pada dasarnya mengakui adanya Allah. Hanya karena kosombongan dan nafsulah yang menyebabkan mereka berbuat seperti itu.
Allah lah yang menciptakan alam ini,termasuk juga manusia. Dia pasti Maha Tahu samapai dimana kapasitas manusia,sebagaimana agar manusia itu baik dan segala hal yang menyangkut seluk beluk manusia. Tidak mungkin Dia membuat aturan yang akan merusak ciptaan-Nya. Maka kalau manusia ingin hidupnya menjadi baik dan selamat, jelas tiada jalan lain kecuali dia harus kembali kepada aturan yang benar, yaitu islam.
Tapi kenapa manusia masih ada yang ingkar terhadap kebenaran Islam. Padahal kebenarannya sudah begitu jelas?
Ulama besar Abul A’la Al Maududi memberikan gambaran tentang sebab-sebab kekufuran dan tidak biasnya manusia mendapat hidayah dari Allah swt. Sebab tersebut adalah :

1.    Mengikuti Hawa Nafsu Sendiri
“Dan siapakan yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (QS. Al Qashash : 50)

“Terangkanlah padaku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,bahkan lebih sesat jalanya(dari binatang ternak).”  (QS. Al Furqon : 43-44)

2.    Mengikuti Budaya Nenek Moyang Tanpa Sikap Selektif
“Dan apabila dikatakan kepada mereka : “ikutilah aoa yang telah diturunkan oelh Allah.” Mereka menjawab :”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan ) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapatkan petunjuk?” (QS. Al Baqarah : 70)

3.    Patuh Kepada Selain Allah swt.
Kepatuhan kepada selain Allah ini terjadi apabila manusia mengesampingkan perintah-perintah Allah lalu mentaati perintah-perintah dari manusia dengan berbagai alas an.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini,niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al An’am : 116)

Tiga hal itulah berhala-berhala besar yang masih bercokol di dalam tubuh umat ini. Kalau umat ini mau bangkit, terlebih dahulu ia harus membumihanguskan ketiga berhala tersebut. Karena kita hanya mendapat petunjuk manakala kita menyerahkan loyalitas kepada Allah swt saja.





Tuesday, 5 March 2013

Mengingat Kematian

“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu,kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (QS. An Nisaa : 78)
Bagi manusia, mati merupakan suatu kepastian. Semakin besar angka umur seseorang berarti semakin dekat dirinya dengan kematian. Meskipun begitu banyak sekali manusia yang lupa akan mati,bukan berarti pikirannya lupa kalu dia akan mati,tapi lupa akan persiapan menghadapi mati.
Orang yang mati harus punya persiapan,yaitu amal shaleh yang sebanyak-banyaknya utuk bisa berjumpa dengan Allah SWT dalam keadaan yang diridhoi-Nya.
“Barang siapa mengharapkan perjumpaan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. AL Kahfi : 110)
Karena itu setiap kita jangan sampai lupa kepada mati. Didalam islam memang ada perintah untuk selalu ingat mati. Dengan ingat mati,kita akan terangsang untuk memperbanak amal shaleh dan tidak suka menunda-nunda pelaksanaan dari niat untuk melakukan kebaikan.
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam upaya untuk mengingat mati. Dengan melakukan ini,kita semakin sadar bahwa kehidupan didunia ini memang sementara dan kita akan kembali ke alam kekal yaitu kehidupan akhirat. Hal-hal tersebut adalah :

1.    Menjenguk orang sakit
Dalam Islam,seorang muslim disunahkan untuk menjenguk orang sakit guna menghibur, mendoakan dan menasihati orang yang sakit agar tabah dan sabar dalam menghadapi ujian Allah SWT. Disamping  itu juga dapat mengambil hikmah.
Salah satu hikmah yang diambil adalah betapa pentingnya kesehatan badan itu. Dengan sakit,tak banyak yang bisa dilakukan seseorang. Bahkan hal-hal yang wajib dilakukannya seperti shalat,tidak bisa dilakukan dengan sempurna. Manakala seseorang dapat mengambil hikmah dari menjenguk orang yang sakit,maka Allah SWT akan merahmatinya. Rasul SAW bersabda :
“Menjenguk orang sakit membawa keringanan bagi yang sakit dalam membawa rahmat,maka apabila duduk didekat orang sakit melimpahlah kepadanya rahmat.” (HR. Ahmad)

2.    Ta’ziyah pada yang mati
Cara lain untuk mengingat mati adalah berta’ziyah kepada orang yang mati. Dalam katian ta’ziyah ini,seorang muslim dituntut untuk mendoakan orang yang mati,menggembirakan orang yang ditinggal mati dan mengurus orang yang mati seperti memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkannya. Semakin banyak orang yang menshalatkan dan menguburkan tentu semakin baik.
Rasulullah SAW bersabda ; “Cukuplah mati sebagai pelajaran dan keyakinan keimanan sebagai kekayaan.” (HR. Thabrani)

3.    Ziarah Kubur
Ziarah kubur sangat dianjurkan dalam Islam karena dengan melaksanakan ini seseorang menjadi sadar bahwa cepat atau lambat diapun akan seperti orang yang ada di dalam kubur,yang hanya ditemani oleh amalnya didunia.

4.    Memantapkan iman pada hari akhirat
Agar seseorang selalu ingat mati maka keimanannya kepada hari akhirat yang merupakan masa kembalinya manusia sesudah hidup didunia harus diperkokoh terus. Seorang muslim harus benar-benar yakin akan adanya hari akhirat. Sedangkan orang kafir hanya meyakini kehidupan hanya kehidupan didunia ini saja.
“Dan mereka berkata : “kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia ini saja,kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain (waktu),dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu,mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah : 24)
Dengan mantapnya keimanan kepada hari akhirat,maka seorang muslim akan selalu berperilaku yang benar dan baik,bersungguh-sungguh dalam beramal shaleh,tidak meniru-niru gaya hidup yang tidak islami,dan sebagainya.

5.    Menghayati dalil kehidupan akhirat
Seorang muslim juga akan selalu ingat mati dengan pembuktian beramal shaleh yang banyak manakala dia suka mengkaji,merenungi dan menghayati dalil-dalil tentang kehidupan akhirat,yaitu surga dan neraka.

Dengan demikian penting sekali arti mengingat kematian dalam arah hidup seorang muslim,sehingga dia akan berhasil mencapai kehidupan di dunia dan akhirat yang hasanah (baik). Semoga kita dapat menyongsong kematian dalam keadaan yang diridhoi-Nya. Amin

Monday, 4 March 2013

Larangan-larangan Rasulullah SAW

Dalam kehidupan sehari-hari,disadari atau tidak,sering kita melakukan perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal ini dapat terjadi karena kejahilan (ketidak mengertian) kita terhadap sunnah Rasulullah SAW.
Berikut ini beberapa hal yang dilarang Rasulullah SAW untuk kita lakukan. Larangan-larangan tersebut ada yang sampai pada tingkatan haran,ada yang sekedar makruh (dibenci oleh Allah SWT). Tapi jelas,meninggalkan laranga-larangan berikut ini adalah lebih utama.

1.    Melawak (memancing orang lain agar tertawa) dengan kebohongan
“Celakalah bagi orang yang berkata dan berbohong untuk menjadikan orang lain tertawa karenanya. Celakalah ia,celakalah ia.” (HR. Ahmad,Tirmidzi dan Abu Dawud)
2.    Tertawa karena orang lain kentut
“Rasulullah SAW melarang tertawa (menertawai orang) karena kentut.” (HR. Ahmad,Bukhari dan Muslim)
3.    Terlalu banyak tertawa
“Jangan banyak tertawa,karena sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati.” (Shahif Al Jami’ Ash Shogir)
4.    Bernadzar
“Jangan kalian bernadzar,karena nadzar itu sedikit pun tidak dapat mempengaruhi takdir. Dan hanyasanya nadzar itu dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
5.    Memaksakan diri menjamu tamu
“Janganlah salah seorang diantara kalian memaksakan diri untuk tamunya dilura kemampuannya.” (HR. Ad Dailami)
6.    Mengambil barang orang lain tanpa izin,baik secara bercanda atau serius
“Janganlah salah seorang diantara kalian mengambil barang milik temannya (tanpa ijin) baik secara main-main atau serius. Dan jika ia mengambil tongkat temannya hendaklah segera dikembalikan kepadanya.” (HR. Ahmad,Abu Dawud dan Tirmidzi)
7.    Memuji orang lain secara berlebihan
“Celaka kamu,kamu telah memenggal leher temenmu,barang siapa diantara kamu mau tidak mau harus memuji saudaranya  hendaklah ia mengatakan : “Aku mengenal si Fullah dan Allah-lah yang menilainya,dan aku tidak memuji seseorang melebihi pengetahuan Allah. Saya menilai si fulan begini…begini…” Jika ita tahu yang baik darinya.” (HR. Ahmad,Bukhari dan Muslim)
8.    Melakukan shalat dalam kondisi makanan sudah tersedia atau sambil menahan buang air kecil atau besar
“Tidak sempurna shalat dalam kondisi mekanan sudah tersedia,dan tidak sempurna juga shalat orang yang menahan buang air kecil atau besar.’ (HR. Muslim dan Abu Dawud)
9.    Mendatangi masjid dengan tergesa-gesa untuk mengejar shalat agar tidak ketinggalan
“Jika kalian mendatangi shalat,hendaklah kalian datang dalam keadaan tenang,dan janganlah kalian mendatanginya dengan tergesa-gesa,maka apa yang kalian dapatkan shalatlah,dan apa yang ketinggalan sempurnakanlah.” (HR. Ahmad,Bukhari dan Muslim)
10.    Membunuh binatang dengan api
“Sesungguhnya tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Allah tuhan api.” (HR. Abu Dawud)
11.    Menunda pembayaran hak orang lain
Dari Abu Hurairah ra. : “sesungguhnya Rasulullah SAW  bersabda : “Orang yang mampu membayar hak orang lain namun menunda pembayarannya merupakan kedzaliman. Dan apabila terdapat hutang yang dialihkan kepada salah seorang diantara kalian dalam keadaan mampu maka terimalah pengalihan itu.” (Muttafaqun Alaihi)
12.    Duduk diantara dua orang kecuali dengan ijin keduanya
“Rasulullah SAW melarang seseorang duduk diantara dua orang kecuali dengan seijin keduanya.” (Hadist Hasan menurut Al Albani)
13.    Membiarkan api menyala,sementara kita tidur
Dari Ibnu Umar ra. : Dari Nabi SAW, ia bersabda :”Janganlah kalian meninggalkan api di rumah-rumah kalian ketika kalian tidur.” (Muttafaqun alaihi)
Dan suatu saat ketika Rasulullah SAW mendengar berita kebakaran rumah salah seorang sahabatnya,beliau bersabda : “Sesungguhnya api itu musuh kalian, maka apabila kalian tidur,padamkanlah.”(Muttafaqun alaihi)
14.    Mencabut uban
“Janganlah kalian mencabut uban,karena sesungguhnya uban itu merupakan cahaya bagi seorang muslim pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
15.    Masuk masjid dalam keadaan membawa bau yang busuk (tidak sedap)
“Barang siapa yang makan bawang merah,bawang putih dan kurrots (sayur yang mirip bawang merah) maka janganlah mendekati masjid kami,karena sesungguhnya malaikat terganggu,sebagaimana manusia terganggu darinya.” (HR. Muslim)

Demikian diantara larangan-larangan Nabi SAW. Memang,larangan Allah dan Rasul-Nya kadang terasa indah dan nikmat. Namun yakinlah,dibalik keindahan dan kenikmatan larangan itu tersimpan kerugian dan kecelakaan bagi yang melakukannya. Sebaliknya perintah Allah dan Rasul-Nya kadang terasa pahit dan pedih. Namun yakinlah dibalik kepahitan dan kepedihan itu tersimpan keuntungan dan kebahagiaan bagi yang melakukannya.
Mari kita tinggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya sejauh-jauhnya,agar kehidupan kita terbimbing hidayah-Nya. Semoga kita mampu melaksanakannya.

Thursday, 21 February 2013

Mempersiapkan Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-NYa ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri (suami-suami) dari jenismu sendiri,supaya kamu mendapatkan kehidupan yang tentram (sakinah),dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum : 30)

Dalam ayat diatas Allah SWT menjelaskan bahwa yang berperan membuat keluarga menjadi sakinah ada dua faktor, yaitu mawaddah dan rahman. Dalam bahasa Indonesia padanan kedua kata itu adalah kasih saying. Mawaddah lahir dari sesuatu yang bersifat jasmani ( kecantikan,kegagahan) sedangkan rahmah lahir dari sesuatu yang bersifat rohani (hubungan batin). Dalam pergaulan suami istri,kedua faktor itulah yang berperan.
Pada pasangan muda dimana yang laki-laki masih gagah dan wanita masih cantik,faktor mawaddahlah yang dominan. Sedangkan pada pasangan tua tatkala laki-laki tidak gagah lagi dan wanita tidak cantik lagi, yang lebih dominan adalah faktor rahmah. Kita tidak boleh mengabaikan salah satu dari dua faktor tersebut. Yang ideal adalah,kalau kedua faktor tersebut berjalan bersama-sama.
Karena membina keluarga sakinah tidaklah hanya cukup dengan modal cinta dalam pengertian mawaddah (keterikatan karena fisik) semata, maka ikutilah bimbingan yang diberikan Rasulullah SAW tentang kriteria yang dipakai laki-laki dalam menentukan calon istri, atau sebaliknya bagi calon wanita untuk menerima atau menolak khitbah seorang pria.
Islam sebagai dienul fitrah telah mensyari’atkan pernikahan agar manusia dalam hidup ini terjaga keselamatan akhlak dan terpenuhi panggilan fitrah serta naluri mereka.
Karena Islam telah mensyari’atkan pernikahan,maka tidak boleh tidak,bahkan haram bagi seorang muslim menghindari pernikahan,sekalipun dengan niat untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah SWT,terutama jika dia telah memiliki syarat-syarat pernikahan.

“Ketika Rasulullah SAW mengetahui Ukkaf bin Wada’ah Al Hilaly tidak mau kawin, beliau bertanya ,“ Apakah engkau mempunyai istri wahai Ukkaf?” Ukkaf menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Tidak pula budak perempuan?” Ukkaf menjawab “Tidak”. “Padahal kamu orang yang sehat dan kaya,” tanya Rasulullah SAW. Ukkaf menjawab : “Benar dan Alhamdulillah.” Beliau bersabda :”Berarti kamu termasuk teman-teman syaitan. Kamu memilih mengikuti pendeta Nashara sehingga masuk golongan mereka ataukan kamu menjadi golongan kami..”

Islam menolak sistem kependetaan,karena hal itu tidak cocok dengan fitrah manusia sebagai makhluk biologis,disamping bertentangan dengan sunnatullah yang berlaku atas makhluk-Nya.
Islam memandang hidup membujang menandakan lemah iman,karena kehidupan semacam itu lebih sukar untuk bisa stabil. Ia belum melengkapi separuh dari agamanya,sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini :

“Barang siapa yang diberi rizki seorang wanita shalihah oleh Allah SWT,maka ia telah menolong atas separuh agamanya,maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam separuh yang lain.” (Hadist Syarif)

Meskipun orang yang hidup membujang itu mampu istiqomah,aktif melakukan shalat dan puasa,namum sebagai manusia ia tetep mengalami gejolak kejiwaan yang akan sering menggelitik kebersihan hati kala beribadah kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda : “Dua rekaat irabg yang sudah nikah lebih baik daripada shalat tujuh puluh rekaat orang yang tidak/belum menikah.” (Hadist syarif)

Persiapan Menyongsong Pernikahan

Beberapa faktor yang perlu dipersiapkan oleh seorang muslim dan muslimah dalam menyongsong pernikahan, diantaranya :

1.    Persiapan Ruhiyyah (Keimanan)
Persiapan ini bersifat pribadi,menyangkut penggemblengan aqidah. Pernikahan ibarat sebuah sampan yang dipakai mengarungi samudera kehidupan yang luas dan penuh tantangan. Tegar tidaknya sepasang suami istri dalam menghadapi cobaan rumah tangganya,sangat tergantung dari kwalitas keimanan keduanya.
Salah satu faktor penting dalam hal ini adalah aspek keikhlasan menjalani hidup berkeluarga. Ikhlas adalah kunci utama ibadah. Karena pernikahan dalam kehidupan seorang muslim dan muslimah adalah termasuk ibadah,maka ia pun menuntut penyertaan niat ikhlas tersebut. Pernikahan yang dilandasi keikhlasan akan mampu melahirkan generasi shalih dan shalihah,disamping akan berfungsi sebagai al Manar (menara/mercusuar) bagi penyebaran nilai-nilai Islam di masyarakat.

2.    Persiapan  Fikriyyah (Pemikiran)
Seorang muslim sebelum melangkah ke jenjang pernikahan harus menguasai konsep dan hukum-hukum serta tata cara pernikahan Islami,sesuai dengan kapasitasya. Disamping itu penguasaan terhadap hak dan kewajiban suami isteri mutlak diperlukan. Bahkan sebagian ulama berpendapat,makruh, orang yang yang menikah sementara ia belum menguasai fiqh manakahat (seluk beluk pernikahan).

3.    Persiapan Maaliyah (Harta)
Harta khususnya dalam kehidupan rumah tangga memegang porsi penting dalam rangka mencapai kebahagiaan,meskipun ia bukan satu-satunya penyebab kebahagiaan. Islam mensyaratkan agar seorang muslim berpenghasilan untuk mencukupi kebutuhannya. Maka seorang calon suami khususnya, wajib menyiapkan hal ini. Karena tanggung jawab nafkah,ada dipundaknya.
Akan tetapi, jangan sampai karena alas an belum adanya harta yang banyak menyebabkan seseorang menunda-nunda pernikahannya,yang justru akan merugikan kehidupannya sendiri. Yakinlah selama kita berusaha yang benar dan bertakwa kepada Allah, rizki akan diberikan kepada kita.
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan diberi jalan keluar (dari permasalahannya) dan diberi rizki dari arah yang tidak di duga-duga.” (QS. At Thalaq : 2-3)

4.    Persiapan Jasadiyyah (Fisik)
Aspek fisik punya andil besar dalam pencapaian kebahagiaan keluarga. Suami,isteri dan anak-anak yang sehat sangat dihargai dalam Islam. Persoalan yang harus dihadapi dalam rumah tangga kadangkala banyak menyita energy. Akibatnya,seorang yang terbiasa santai dan selalu dilayani semasa bujangnya,sering kurang siap menghadapi kesibukan-kesibukan setelah berumah tangga. Hal ini,disadari atau tidak akan menjadi virus yang akan membahayakan keharmonisan kehidupan rumah tangga. Untuk itu selain menjaga kesehatan,penguasaaan ketrampilan yang bersifat jasmani perlu dikuasai oleh calon suami isteri.

Semoga artikel ini mampu mengubah para bujang untuk segera menuju gerbang pernikahan,sehingga segera mempercepat terbentuknya rumah tangga Islam guna menyiapkan generasi shalih dan shalihah.

Wednesday, 20 February 2013

Meraih Sehat Secara Islami

Sehat tidak selalu identik dengan gemuk dan tidak memiliki penyakit. Bahkan kelebihan berat badan jutru menjadi penyebab munculnya penyakit, mulai dari diabetes hingga penyakit jantung dan stroke.
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli kedokteran menyimpulan bahwa ada empat faktor yang menentukan kesehatan seseorang. Ke empat faktor tersebut adalah :
  1. Gaya hidup dan perilaku kesehatan
  2. Keturunan
  3. Kondisi lingkungan
  4. Mutu pelayanan yang tersedia
Islam sebagai agama yang paling komplit dan sempurna jika dibanding agama-agama lain, sangat besar perhatiannya terhadap kesehatan.  Kesehatan adalah rahmat Allah swt yang sangat besar nilainya dan karenanya menjadi kewajiban setiap muslim untuk menjaganya. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita memiliki kesehatan prima.

Berperilaku Hidup Bersih
Kebersihan merupakan tanda dari keimanan seseorang dan Allah swt sangat mencintai orang-orang yang menjaga kebersihan.
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah : 222)
"Kebersihan itu sebagian dari iman" (HR. Muslim)
"Islam itu bersih, maka berperilakulah bersih, sesungguhnya orang tidak akan masuk syurga kecuali dalam keadaan bersih." (HR. Ad Dailami)

Makan dan Minum Yang Halal dan Baik
Ajaran islam mengharuskan mengkonsumsi makanan dan minuman yang jelas kehalalannya dan terhindar dari keragu-raguan tentang hukumnya. "Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kalian kepada apa-apa yang tidak meragukan kalian." demikian sabda Nabi saw.
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik bagimu dari apa yang ada dibumi..." (QS. Al Baqarah : 168)
"Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak suka dengan orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al A'raf : 31)

Istirahat Secukupnya
Salah satu istirahat yang baik adalah tidur, sebagaimana firman Allah swt : 
"Dan Kami telah menjadikan tidur kamu untuk istirahat." (QS. An Naba' : 9)
"Dan Dia-lah yang telah menjadikan untukmu malam sebagai pakaian dan tidur sebagai istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk mencari nafkah." (QS. Al Furqan : 47)

Bekerja Sebatas Kemampuan
Islam melarang kita memaksakan diri mengerjakan sesuatu diluar kesanggupan kita. "Allah tidak akan membebankan seseorang melainkan sebatas kemampuannya." (QS. Al Baqarah : 286)

Menjaga Jarak  Dengan Penderita Penyakti Menular
"Orang yang sakit menular jangan dibawa mendekata orang sehat." (HR. Bukhari & Muslim)  

Segera Berobat Ketika Sakit
Semua penyakit pasti ada obatnya kecuali tua/pikun. Dalam suatu hadist disebutkan bahwa Nabi saw bersabda : "Berobatlah kamu sekalian (bila Sakit), karena sesungguhnya Allah swt tidak mendatangkan suatu penyakit kecuali mendatangkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun." (HR. At Turmudzi)

Meningkatkan Stamina Tubuh
Hal ini dilakukan dengan meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagi tubuh kita. Sabda Nabi saw : "Sebagian dari tanda sempurnanya islam seseorang adalah meniggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya." 

Membiasakan Puasa 
Manfaat puasa dari segi kesehatan, antara lain ; 
  • memperbaiki sel-sel alat penceraan 
  • akan mengurangi lemak sehingga terhindar dari penyakit darah tinggi dan stroke
  • dengan berpuasa tenaga yang dipakai akan efektif dan efisien
"Dan berpuasa itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah : 184)

Berolah Raga Secara Rutin
Rasulullah telah menganjurkan semua muslim berolah raga secara rutin, sebagai upaya untuk menjaga kesehatan. "Ajari anakmu (dengan olah raga) berenang, naik kuda dan memanah." (HR. Ad Dailami)

Sikap hidup yang Ikhlas, Qona'ah dan Sabar
Inilah kunci kesehatan yanb berasal dari dalam jiwa kita. Firman Allah dalam QS. Ar Ra'du ayat 28 : "Yaitu orang-orang yang beriman dan hati meraka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya mengingat Allah hati menjadi tenang."

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang dikarunia kesehatan lahir dan betin. 
Ammin ya rabbal alamin


Prinsip Beramal Shaleh

Orang yang mengaku beriman, wajib untuk membuktikan keimanan itu dalam bentuk beramal shaleh. Karena banyak ayat dalam Al Quran yang merangkai kata-kata iman dan amal shaleh.
"Sesungguhnya Kami telah meciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. kemudian Kami kembalikan dia ketempat serendah-rendahnya (neraka) kecuali yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At Tin : 4-6)

Agar tidak sia-sia  amal yang kita kerjakan, maka setiap muslim perlu memahami prinsip-prinsip dalam beramal shaleh, yaitu :

Ikhlas Karena Allah
Dengan keikhlasan, amaliah yang sebenarnya berat akan terasa ringan dalam melaksanakannya dan sebaliknya bila tidak ikhlas, amaliah yang sebenarnya ringan justru akan terasa berat.
"Padahal meraka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al Bayyinah : 5)

Benar Cara Melaksanakannya
Disamping harus ikhlas karena Allah, perbuatan seseorang bisa bernilai amal shaleh jika pelaksanaannya dengan cara yang benar. Misalkan shalat, harus sesuai dengan yang telah dicontohkan Rasulullah saw. begitu juga dengan amaliah yang lain seperti zakat, haji dan sebagainya.
Serta tidak dibenarkan adanya syirik dan bid'ah dalam melaksanakannya. Bila bercampur syirik dan bid'ah maka amal itu tidak dinilai sebagi ibadah.

Tujuannya Ridha Allah 
Apa yag dilakukan manusia mestinya bermaksud untuk mendapatkan ridha Allah swt, bukan maksud-maksud lain, seperti pujian manusia, harta, dan tahta dan sebagainya. Firman Allah swt :
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (QS. Al Maa'uun : 4- 7)
Bila seseorang telah melakukan sesuatu dengan penuh keridhaan, maka pahala yang akan diberikan Allah amat besar.
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat kebaikan atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami  memberi kepadanya pahala yang besar." (QS. An Nisa' : 114)

Tidak Merasa Telah Banyak Beramal Shaleh
Yang akan dibawa manusia untuk menghadap Allah hanyalah pahala atas amal yang telah dia lakukan. Semakin banyak amal yang dilakukan semakin banyak pahala yang akan dicapainya. Dengan pahala yang banyak manusia akan semakin mulia disisi Allah. Karena amal yang banyak menunjukkan bahwa seseorang semakin bertaqwa kepada Allah.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu." (QS. Al Hujurat : 13)

Bersegera Melaksanakannya
Muslim yang baik adalah muslim yang sesegera mungkin dalam melaksanakan amal shaleh, karena dia tidak tahu apakah umurnya akan panjang atau tidak. Seorang sahabat pada waktu pagi pernah di tanya Rasulullah saw tentang bagaimana  keadaannya. Lalu sahabat itu menjawab bahwa pagi ini dia merasa betul-betul menjadi orang yang beriman. Rasul agak terkejut mendengar jawaban itu karena sahabatnya itu sudah cukup lama menjadi mukmin tapi mengapa baru sekarang dia mengatakan demikian. Sahabat itu kemudian menjawab :
"Pagi ini saya betul-betul merasa menjadi orang yang beriman karena saya tidak yakin apakah nanti sore saya masih hidup atau tidak, dan nanti sorepun saya tidak yakin apakah saya besuk pagi masih hidup atau tidak, bahkan langkah saya yang pertama tidak saya yakini bisa dilanjutkan ke langkah yang kedua."
Dalam kaitan ini Rasulullah saw bersabda :
"Segeralah melakukan amal shaleh, sebab akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang gulita. Ketika itu seorang pada pagi mukmin, tiba-tiba pada sore hari berbalik kafir, sore mukmin, pagi kafir. Mereka menukar agama dengan sedikit keuntungan dunia yang sederhana." (HR. Muslim)

Wa Allahu A'lam bish Shawwab


Menghalau Kecemasan Menggapai Ketentraman

"Ingatlah bahwa para kekasih Allah itu tidak akan merasa takut dan tidak akan bersedih. Mereka orang-orang yang beriman dan keadaan mereka bertaqwa. Bagi mereka berita gembira (dalam kehidupan akherat)..." (QS. Yunus : 62-64)

Kecemasan seseorang tidak hanya disebabkan tidak punya harta. Tapi gaya hidup seseorang juga menyebabkan orang lain merasa cemas. Masyarakt dewasa ini telah cenderung bergaya individualis. Hal ini menyebabkan adanya beberapa golongan masyarakat yang merasa dirinya tersisih.
Orang yang tersisih cenderung cepat frustasi saat dihadapkan dengan masalah-masalah dalam kehidupan. Sehingga kelompok ini akan mudah tersulut kemarahannya, sehingga mudah sekali melakukan kejahatan. Bahkan bagi mereka yang tidak sanggup membawa beban hidupnya, mereka akan bunuh diri. Na'udzubillah.

Setiap manusia memiliki peluang untuk merasakan kecemasan. tetapi sebagai seorang muslim yang menjadikan Al Quran sebagi pedoman, kita telah mendapatkan petunjuk., bahwa kecemasan ataupun kenyamanan hidup seseorang ditentukan oleh "jarak" kita dengan Allah swt. Apabila kita dekat dengan Allah, maka peluang untuk merasa cemas akan sangat kecil. Namun ketika jarak kita dengan Allah jauh, maka kita mungkin merasa dalam hidup ini tiada detik yang berlalu tanpa kecemasan.

Perlu diketahui bahwa yang mendekatkan kita kepada Allah hanyalah keimanan, sebagimana firman-Nya :
"Orang-orang yang beriman yang tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedzaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al An'am : 82)
Keimanan yang mampu menghilangkan cemas bukan sembarang keimanan. Hanya iman yang hidup dan mempunyai kekuatan lah yang mampu menghilangkan kecemasan. Hidupnya iman dapat diwujudkan dengan amal yang nyata serta pengorbanan yang iklhas. Iman yang hidup akan senantiasa menuntun pemiliknya melakukan upaya mencari jalan agar lebih dekat dengan Allah swt. Sedang kekuatan iman dibuktikan dengan senantiasa dzikrullah sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw dan amal shaleh.
"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (QS. Ar Ra'd : 28)
Kekuatan iman seseorang ditentukan oleh bagaimana seseorang memandang kehidupan ini. Oleh karena itu, paling tidak ada tiga hal yang perlu diketahui oleh seorang mukmin, agar muncuk kekuatan iman dalam dirinya. Hal tersebut adalah :

Ma'rifatu Ghaayatil Hayaah (Memahami Tujuan Hidup)
Tujuan hidup seorang mukmin sangat jelas, yaitu hanya beribadah kepada Allah swt. Sebagaimana firman-Nya :
"Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu.' (QS. Adz Dzaariyat : 56)
Ibadah bagaimana yang dimaksud oleh Allah? yaitu ibadah yang semata-mata karena Allah dan yang seperti dituntunkan Rasulullah saw. Ibadah bukanlah hanya yang berbentuk ritual saja namun apa saja yang kita lakukan akan dihitung sebagai amal bila kita niatkan untuk mencari ridha Allah swt dan sesuai ajaran Rasulullah saw.

Ma'rifatu Haqiiqati Dunyaa wal Aakhirah (Memahami Hakikat Dunia dan Akhirat)
Hidup di dunia sama sekali tidak berarti bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Dunia ini tidak kekal (fana') sedang akhirat kekal (baqa'). Firman Allah swt :
"Apakah kamu puas dengan kehidupan dunia sebagai ganti dari kehidupan akhirat padahal kenikmatan kehidupan di dunia ini (dibanding dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (QS. At Taubah : 38)

Ma'rifatu Haqiqatil Maut (Memahami Hakikat Kematian)
Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti akan rusak dan berakhir. Firman-Nya :
"Semua yang ada di bumi ini akan binasa." (QS. Ar Rahman : 26)

Selain tiga konsep di atas yang perlu kita catat adalah bahwa kecemaan merupakan masalah jiwa. Maka penyelesaiannya haruslah dengan obat dari sang pemilik jiwa yaitu Allah swt. Obat yang insya Allah mampu menetralisir kecemasan, kegelisahan ataupun kekikiran antara lain :
- Melaksanakan shalat secara kontinue dan terjaga kualitasnya
- Menyisihkan sebagian hartanya untuk fakir miskin
- Meyakini akan hari pembalasan dan bersiap-siap menghadapinya dengan banyak beramal shaleh
- Merasa takut akan siksa Allah swt
- Memelihara kesucian kemaluannya dengan tidak mengumbar nafsu selain kepada jalan yang dibenarkan oleh Allah swt
- Menjaga amanat yang di percayakan kepadanya dan menunaikan janji yang dibuatnya

Dengan menunaikan hal tersebut diatas insya Allah kecemasa hidup tak lagi ada dalam jiwa kita dan hidup akan tentram dan bahagia.

Bagaimana Membelanjakan Harta?

Salah satu prinsip aqidah islam adalah Laa Maalika Illa Allah (tidak ada yang Maha Memiliki selain dari Allah). Allahlah pemilik hakiki seluruh jagat raya beserta isinya. Tumbuh-tumbuhan hewan dan seluruh makhluk adalah milik-Nya. Termasuk harta di dalam islam hakikatnya adalah milik Allah, manusia hanya dititipi untuk waktu yang sementara.

"Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada dilangit dan dibumi." (QS. Al Baqarah : 284)

Fungsi harta tersebut menurut ajaran islam haruslah memiliki fungsi sosial. Artinya islam tidak membenarkan adanya kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh tertumpuknya harta pada kelompok kecil elit lapisan masyarakat yang pada gilirannya akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Oleh karena itu islam dengan tegas telah mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim mendistribusikan harta yang dimilikinya. Diantara aturan islam yang berkaitan dengan dengan pembelanjaan harta yang kita miliki, antara lain :

Membelanjakan Harta Harus Dengan Tujuan Mencari Keridhaan Allah Semata
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (hati orang yang menerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya'(pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka  Perumpamaan orang seperti itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. Lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (QS. Al Baqarah : 264)

Pemberian Haruslah Dipilihkan Yang Baik-baik
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha  kaya lagi Terpuji." (QS. Al Baqarah : 267)

Bila Memberi Hendaklah Serahasia Mungkin
"Jika kamu menampakkan sedekahmu (dengan tujuan supaya dicontoh orang lain) maka itu adalah baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Baqarah : 271)

Orang-orang Yang Belum Berakal Tidak Boleh Diberi Melebihi Kebutuhannya
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasi harta itu) dan ucapkan kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An Nisa' : 5)

Peminjam Yang Mengalami Kesulitan Tidak Boleh Didesak
"Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua piutang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah : 280)

Demikian beberapa panduan dalam membelanjakan harta dalam Islam. Semoga harta-harta kita diberkahi Allah swt sehingga menjadi salah satu modal mendapatkan surga-Nya. Amin

Berpakaian Dalam Islam

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.” (QS AL A’Raf : 26)
Islam dengan prinsip-prinsipnya yang sempurna membolehkan pemeluknya untuk tampil dengan pakaian dan perhiasan yang layak dan terhormat dihadapan masyarakat. Dengan syarat, sesuai dengan adab berpakaian dalam islam.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian.” (QS Al Furqan : 67)
Islam menganjurkan pemeluknya untuk menjaga kebersihan dan berhias di tempat-tempat pertemuan,di hari Jum’at dan dua hari raya. Dalam melaksanakan ajaran agama islam tersebut harus diperhatikan rambu-rambunya,agar tidak terjebak kepada hal-hal yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berikut ini beberapa perhiasan dan penampilan yang dilarang dalam agama Islam ;
1.    Emas dan Sutera
Kedua benda ini diharamkan bagi laki-laki, adapun kaum wanita boleh memakainya (halal).  Ahmad, AbuDawud,An Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ali ra. “Rasulullah SAW mengambil sutera dan memegangnya dengan tangan kanannya dan mengambil emas,kemudian memegangnya dengan tangan kiri,lalu bersabda : “Dua macam benda ini diharamkan bagi umatku yang laki-laki.”
2.    Penampilan Yang Tidak Wajar
Yang dimaksud penampilan tidak wajar adalah, laki-laki berpenampilan dan berhias seperti wanita atau sebaliknya,wanita berdandan seperti laki-laki. Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : “Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.”
3.    Baju Kemasyuran dan Kesombongan
Yang dimaksud dengan baju kemasyuran adalah baju megah dan mahal yang dipakai dengan tujuan meyombongkan diri kepada khalayak ramai.
Ahmad, AbuDawud,dan An Nasa’i meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa memakai baju (pakaian) untuk menyombongkan diri, niscaya pada hari kiamat Allah SWT akan memakaikan pakaian kehinaan padanya.”
4.    Merubah Ciptaan Allah SWT
Imam Muslim meriwayatkan : “Rasulullah SAW melaknat orang yang mentato dan yang ditato,yang memotong dan meruncingkan gigi dan yang dipotong dan diruncingkan giginya.”
Laknat Allah SWT juga dikenakan kepada orang-orang jaman sekarang yang melakukan operasi kecantikan,sebab dengan melakukan perbuatan itu ia telah merubah ciptaan Allah SWT. Al Qur’an menganggap bahwa pemikiran dan perbuatan seperti itu telah dipengaruhi oleh syaitan la’natullah.
“..Dan akan saya (syaitan) suruh mereka merubah ciptaan Allah,lalu benar-benar mereka merubahnya.” (QS An Nisa’ : 119)
5.    Bejana Emas dan Perak
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang makan atau minum dalam bejana emas dan perak, hakikatnya ia sedang memasukkan api neraka jahannan ke dalam perutnya.”
Beliau SAW juga bersabda : “Benda-benda tersebut (bejana emas dan perak) adalah kepunyaan orang-orang kafir di dunia dan kepunyaan kita di akhirat.”

Penampilan yang dilarang bagi wanita wanita muslim
Islam tidak melarang wanita wanita muslim berhias dan memakai perhiasan,bahkan malah  dianjurkan. Akan tetapi berhias dan memakai perhiasan tersebut perlu dibatasi dan diatur agar tidak mengundang bahaya. Dalam rangka menghindari bahaya dan menjaga ketentraman hidup dalam masyarakat,maka ada model dan cara tampil yang harus ditinggalkan oleh wanita wanita muslim,diantaranya :
1.    Menyerupai Pakaian Laki-laki
“Bukan dari golongan kita perempuan yang menyerupai lelaki. Dan bukan dari golongan kita lelaki yang menyerupai perempuan.” (HR Imam At Thabrany)
2.    Menyambung Rambut Kepala
Berkata Aisyah ra : “Ada seorang pemudi dari golongan Anshar telah kawin,lalu ia sakit. Maka rontoklah rambutnya,lantas keluarganya hendak menyambungnya, maka bertanyalah mereka pada Rasulullah SAW tentang hal itu, maka Beliau SAW bersabda : “Allah SWT telah melaknat perempuan yang menyambung rambut kepalanya (memakai cemara) dan yang meminta disambung rambut kepalanya.” (HR Imam Bukhari)
3.    Mencacah Kulit (bertatto)
Berkata Ibnu Umar ra. : “Bahwa Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menyambung rambut kepala dan yang minta disambung rambut kepalanya,yang mencacah kulit dan minta dicacah kulitnya.” (HR Imam Bukhari,Muslim,Turmudzi dan An Nasa’i)
4.    Mencukur (Mencabut) Bulu Dahi (Alis)
Berkata Ibnu Mas’ud ra : “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW melarang perempuan mencabut (mencukur) bulu dahinya (alis),mengikir giginya,menyambung rambut kepalanya,dan mencacah kulitnya.” (HR Imam Ahmad)
5.    Memakai Parfum Bukan Ditempatnya
Rasulullah SAW bersabda : “Apabila seorang perempuan memakai bau-bauan (parfum) lalu keluar dari tempat kediamannya,lalu berjalan melewati banyak orang (yang bukan mahramnya) sehingga mereka mencium baunya,maka ia telah berzina dan tiap-tiap  mata yang memandang kepadanya,itupun (dianggap telah) berzina.” (HR Imam Ahmad,An Nasa’i dan Hakim)

Demikian adab berpakaian dalam Islam. Semoga kita mampu berhati-hati sehingga tidak tergelincir kepada hal-hal yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya. Amin

Bacaan Dzikir Yang Ringan Dalam Ucapan Namun Berat Dalam Timbangan

Diantara ucapan-ucapan dzikir yang sangat besar artinya bila kita ucapkan adalah lima  kalimat yang dalam al quran dinamakan Baqiyyatush Shaalihaat, yaitu manfaatnya akan terus menerus tiada putus-putus selamanya. Didalam hadist, Rasulullah saw menamakan kalimat itu dengan “ringan dalam ucapan tetapi berat dalam timbangan. Kalimat-kalimat tersebut adalah :

1.    Alhamdulillah
Artinya segala puji bagi Allah. Kalimat ini dinamakan “Tahmid” (memuji). Bertahmid artinya memuji Allah dengan mengucapkan kalimat ini yaitu berterima kasih dan bersyukur kepada Allah. Dalam sebuah riwayat dikatakan, apabila seluruh harta kekayaan dipermukaan bumi ini diserahkan kepada seseorang lalu orang itu mengucapkan Alhamdulillah maka ucapan Alhamdulillah lebih besar manfaatnya bagi orang itu daripada harta kekayaannya.
“Sekiranya dunia dan seluruh harta kekayaan yang ada padanya diserahkan kepada seseorang dari umat-Ku ,lalu ia mengucapkan Alhamdulillah maka ucapan Alhamdulillah itu lebih baik dan lebih berharga baginya (daripada harta yang banyak itu).” (HR Ibu Sakir)

2.    Allahu Akbar
Artinya Allah Maha Besar. Kalimat ini disebut “Takbir”,maknanya mengagungkan Allah. Allah yang kita yakini maha besar dalam segala-galanya,baik zat-Nya,asma-asma-Nya,sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Dia-lah yang senantiasa memberi pertolongan kepada kita yang lemah ini untuk mengatasi segala macam kesulitan dan kesusahan yang kita alami.

3.    Subhanallah
Artinya Maha Suci Allah. Kalimat ini dinamakan “Tasbih”. Yang artinya mensucikan Allah. Mensucikan Allah berarti menjauhkan dan membersihkan diri kita dari anggapan-anggapan yang tidak baik kepada Allah. Allah Maha Suci artinya Allah tidak lemah, maha suci dari sifat-sifat kekurangan dan cacat. Semua kejadian di alam ini sekalipun tampak jelek,tidak menyenangkan tapi pasti ada manfaatnya dibalik semua itu. Orang menderita sakit bukan semata-mata Allah menbencinya. Bahkan sebaliknya Allah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kita dengan menghapus dosa-dosa yang melekat dalam diri kita dengan sebab sakit itu. Mungkin Allah juga memberikan peringatan kepada kita agar tidak lupa kepada-Nya disaat sehat.

4.    Laa Ilaa ha illallah
Artinya : Tidak ada Ilah kecuali Allah. Kalimat ini disebut “Tahlil” atau kalimat Tauhid. Kalimat ini menegaskan bahwa yang disembah,dicintai, diikuti, ditakuti, tempat berharap, dimintai pertolongan, yang mutlak membuat peraturan, yang berkuasa hanya Allah. Pengingkaran dari sifat-sifat dan perbuatan Allah tersebut menjadikan manusia terjerembab kedalamn kesyirikan baik syirik Akbar (besar) maupun Syirik Ashgar (kecil).

5.    Laa haula walaa quwwata illaa billah
Artinya Tiada Daya dan Tiada Kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Kekuatan yang dimiliki manusia itu pada hakekatnya milik Allah. Sewaktu-waktu kekuatan itu akan berubah menjadi lemah. Dengan kalimat ini akan tertanan dalam diri kita rasa berserah diri kepada Allah.

Demikianlah lima kalimat yang ringan diucapkan namun berat timbangannya disisi Allah. Itulah indahnya dzkrullah, masih adakan diantara kita yang enggan melakukannya?

Ya Allah,jadikan kami orang yang senantiasa berdzikr kepada-Mu,baik dalam keadaan suka maupun duka. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Wednesday, 13 February 2013

Valentine's Day Budaya Menyesatkan

Sebagai umat Nabi Muhammad saw,tentunya kita tidak begitu saja menerima Valentine’s Day yang sudah membudaya di kalangan muda. Kita berkepentingan untuk meneliti dan menelusuri hakekat Velentine’s Day yang sudah menyangkut akidah. Agar kita tidak kehilangan identitas diri sebagai umat Islam yang hanya boleh mengikuti tradisi yang disinari Al Quran dan petunjuk sunnah Nabi saw.
Sejarah Valentine’s Day tidak dapat dipisahkan dari rangkaian peristiwa dan ritus agama Nasrani. Sejarah menceritakan, bahwa setiap tanggal 14 Februari,selalu diadakan peringatan untuk menghormati mendiang Santo Valentino yang dihukum mati tahun 270 M. Pada hari itu orang-orang Nasrani ”disunnahkan” mengungkapkan perasaan cintanya dengan saling mengirimkan pesan dan hadiah cinta.
Santo Valentino yang diperingati tersebut adalah nama pendeta Kristen yang dianggap pelindung orang-orang yang kasmaran serta penganjur kawin muda. Dia dihukum mati karena melanggar peraturan yang dibuat Emperior Claudius II Ghoticus yang melarang para pasangan muda untuk menikah. Claudius II menganggap bahwa tentara yang masih bujang lebih baik dan berprestasi daripada yang sudah beristri. Hal ini tidak disetujui oleh Santo Valentino. Maka tanpa sepengetahuan sang penguasa, ia menikahkan sepasang pemuda-pemudi. Lantaran perbuatannya itu sang pendeta dipenggal di Roma pada tahun 270 M, (sumber lain tahun 269 M) dan dikuburkan di tepi jalan Flaminia. Lucunya pihak gereja menobatkannya sebagai pehlawan yang melindungi orang bercinta.
 

Valentine’s Day juga berhubungan dengan upacara keagamaan Romawi yang menyembah dewa Lupercus (dewa kesuburan,padang rumput dan hewan ternak). Juga dihubungkan dengan penyembahan dewa Faunus sebagai dewa alam semesta dan pemberi wahyu yang diadakan di bukit Falatine.
Upacara dimulai dengan mengobarkan beberapa ekor kambing dan seekor anjing. Lalu dua orang pemuda dibawa ke sebuah altar. Sebuah pisau yang berlumuran darah disentuhkan ke kening mereka,dan mereka harus tertawa. Setelah itu, darah di kening dibersihkan dengan kain wool yang dicelupkan ke dalam susu. Kemudian mereka dibagi dua kelompok dan berlari kearah yang berlawanan mengelilingi bukit dan temobk kota Falatine. Mereka mencambuki wanita yang dijumpai guna mengembalikan kesuburannya. Namun ironisnya, para wanita itu justru dengan senang hati menerima cambukan tersebut.
Acara hari Valentine tersebut mulai berkembang sejak kaisar Constrantin (280-337 M),sejak kaesar pertama pemeluk agama Nasrani. Sejak itu,acara hari kasih sayang Valentine diwarnai nuansa kemesuman yang dimulai pesan-pesan cinta yang disampaikan para gadis yang sedang kasmaran dan diletakkan dalam sebuah jambangan kemudian diambil oleh para pemuda. Setelah itu mereka berpasangan dan berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama lengkap dengan perzinahannya. Pada tahun 494 M, dewan Gereja yang dipimpin Paus Galasium I mengubah upacara tersebut dengan pofokasi (pembersihan dosa). Paus juga mengubah upacara Lupercalia itu dari tanggal 15 mnejadi 14 Februari yang pada tahun 496 M ditetapkan sebagai Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentino.
 

Singakatnya, Valentine’s Day adalah budaya yang berakar dari upacara keagamaan ritual Romawi kuno untuk menyembah dewa mereka yang dilakukan dengan penuh kemusyrikan. Upacara yang biasa dilakukan tanggal 14 Februari tersebut disebarluaskan gereja ke masyarakat dunia. Termasuk negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Oleh karena itu, dapat kita katakan dengan tegas bahwa Valentine’s day hanyalah tradisi Nasrani yang berakar dari kebudayaan Romawi kuno.

Sungguh memprihatinkan,ternyata acara ini banyak diikuti kaum muda-mudi muslim yang tidak paham dengan akidah dan kurang penghayatan terhadap Islam. Seolah-olah Islam tidak mengenal doktrin cinta kasih yang suci yang tentunya bebas kemaksiatan. Padahal ajaran cinta kasih dalam Islam memiliki kedudukan tinggi sebagaimana yang tercantu dalam Al quran surat At Taubah : 24, Al Baqarah : 165, Al Fath : 29, Al Maidah : 54, dll.


Jelaslah,Valentine’s Day merupakan budaya asing yang tidak Islami. Dan mengikutinya berarti menghidupkan dan melestarikan tradisi jahiliyah. Dan itu nyata-nyata bertentangan dengan syariat Islam. Perayaan dan mengikuti tradisi Valentine’s Day dalam bentuk apapun merupakan perbuatan syirik (karena menyangkut keyakinan dan ritus bukan Islam),maksiat,mengumbar nafsu bahkan sering terjadi perzinahan. Dan merupakan tindakan bodoh yang masuk dalam perangkap penyelengan akidah dan penyesatan perilaku berupa suka ria,pesta pora,foya-foya,hura-hura dan kemubaziran. Dan itu semua merupakan budaya orang Yahudi dan Nasrani.


“Dan selamanya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang dengan kalian (umat Islam) sebelum kalian mengikuti agama mereka...” (QS. Al Baqarah : 120)
 

Rasulullah Saw bersabda :

“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (acara-acara,tradisi,sikap,kebiasaan dan gaya hidup ) orang-orang sebelum kamu selangkah demi selangkah hingga kalau mereka masuk lubang biawak sekalipun kalian akan ikut memasukinya.” Para sahabat bertanya :”Maksudnya umat Yahudi dan Nasrani?” Beliau saw menjawab : “Lalu siapa lagi (kalau bukan mereka).” (HR. Bukhari –Muslim)


Bila kita mengikuti acara dan gaya hidup non muslim maka kita dikategorikan Nabi saw termasuk golongan mereka dan tidak diakui sebagai umatnya.


“Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia tergolong kaum itu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)


Begitu pula halnya mengikuti tradisi tahun baru dalam bentuk apapun adalah haram hukumnya. Sebab semua itu bukan berasal dari ajaran Islam. Umat Islam seperti dipelopori Umar bin Khathab ra.  telah  memproklamirkan tahun sendiri berupa Tahun Hijriah yang terhitung dari hijrah Nabi dalam rangka menghijrahkan jalan hidup manusia yang jahiliah kepada Islam. Dan kita patut hanya berbangga dengan bulan-bulan Islam yang disitu Islam senantiasa mengaitkan syiar dan ibadah ritual. Serta menempatkan keutamaan bulan yang telah Allah janjikan termasuk bulan-bulan haram (suci).


Adapun mengenai hukum memanfaatkan momentum acara Valentine’s Day dan tahun baru untuk bisnis barang dan jasa yang khusus mendukung acara tersebut atau acara-acara ritual dan maksiat lainnya,menurut pandangan akidah dan syariah adalah tidak dibernarkan oleh Islam. Karena hal itu termasuk memberi andil pada acara-acara jahiliyah. Padahal Allah melarang kita untuk membantu hal-hal jahiliyah,maksiat dan dosa.


“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dala perbuatan keji dan dosa.” (QS Al Maidah : 2)


Hal tersebut juga berlaku pada larangan atau haramnya mengadakan acara khusus ibadah keagamaan sebagai pengganti acara malam tahun baru. Seperti, malam muhasabah (intropeksi diri) atau yang lainnya. Sebab acara khusu ibadah keagamaan dalam Islam bila dikaitkan dan dikhususkan dalam momnetum khusus serta tata cara khusus yang tidak dicontohkan Nabi dapat dikategorikan bid’ah (kesesatan) yang dilarang Nabi. Wallahu a’lam wabillahit Taufiq wal Hidayah


Sumber : Majalah Politik dan dakwah SAKSI

Tuesday, 12 February 2013

Berbakti Kepada Orang Tua

Kewajiban paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah  dan Rasul-Nya adalah berbakti kepada orangtua, sebagimana yang Allah swt perintahkan dalam Al Quran surat An Nisaa’ ayat 36 :

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”

Rasulullah saw juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan lebih besar dari jihad di jalan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas’ud z, beliau berkata:

Aku bertanya kepada Nabi saw, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau saw menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Nabi saw menjawab, “Berbakti kepada orangtua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau saw menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orangtua. Bahkan Allah swt  memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orangtuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)

Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur karena keduanya dalam keadaan kafir serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati.
Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya, diantaranya :

1.  Mendoakan orang tua
Berdoa bagi keduanya sewaktu masih hidup atau sudah tiada termasuk tanda bukti bakti anak shaleh kepada kedua orang tua. Memintakan ampun kepada Allah atas segala dosanya. Mohon rahmat dan taufik-Nya serta minta petunjuk atau hidayah bila orang tuanya musyrik. Hal ini sesuai dengan anjuran Allah dalam Al quran surat Al Isra’ ayat 24 :

“Dan ucapkanlah : Wahai Rabbku,kasihilah mereka keduanya,sebagaimana mereak telah mendidik aku waktu kecil”.

Sebagaimana pula dalam sebuah riwayat yang dibawa sahabat Abi Said bin Malik bin Rabiah, bahwa ada seorang dari Bani Salamah bertanya kepada Rasulullah saw.

Ya Rasulullah,setelah ibu-bapakku wafat apakah ada sisa kebaikan yang kupersembahkan untuk keduanya? Rasulullah menjawab : Ya ,dengan mendoakan keduanya,memohonkan ampun,menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkannya,memelihara hubungan silaturahmi dan memuliakan hubungan sahabat keduanya. (HR Abu Dawud,Ibnu Majah dan Ibnu Hiban)

2.  Bersikap lemah lembut dan kasih sayang kepada keduanya
Tutur kata yang halus,lemah lembut,sifat penuh kasih sayang dan rendah hati dalam sikap adalah pencerminan dari berbuat baik kepada kedua orang tua.

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaan mu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataanyang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka dengan penuh kesayangan”. (QS.  Al Isra’ : 23)

Perkataan “ah” kepada orang tua saja tidak diperbolehkan dalam agama islam, apalagi mengucapkan kata-kata yang mengandung cacian,umpatan kotor yang menusuk perasaan mereka tentu telarang lagi.

3.  Berkorban untuk kedua orang tua
Anak harus mempersipakan diri dan harta bendanya untuk diikhlaskan demi keperluan orang tuanya,sepanjang tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-NYa.

“Engkau dan hartamu adalah milik orang tuamu,karena sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik usahamu,sebab itu makanlah dari hasil usaha anak-anakmua itu”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, Hasan-Shahih)

4.  Meminta keridlaan orang tua
Hakikat keridlaan Allah tergantung keridlaan orang tua dan kemurkaan Allah adalah kemurkaan orang tua. Jadi seharusnyalah dalam setiap hal kita ijin kepada keduanya,bahkan sampai berjihad  fisabilillah sekalipun.
Seseorang datang  kepada Rasulullah dan minta ijin untuk ikut berjihad,kemudian beliau bertanya : “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab : Ya, masih. Beliau bersabda “Pada mereka sajalah kamu berjihad.” (Hadist syarif)
Pada hadist lainya dikatakan :
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan layanilah sebaik-baiknya” (Muttafaqun ‘alaih)

5.  Berdiri menyambutnya ketika beliau datang
Menyambut dengan wajah ceria dan senyum dibibir termasuk berbakti kepada orang tua. Ummul Mukminin Aisyah meriwayatkan :
”Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih sempurna akhlaknya dari Rasulullah mengenai ketenangan,keanggunan dan kecerahannya kecuali Fatimah binti Rasulullah. Jika ia mengunjungi Rasulullah,beliau bangkit menyongsongnya,mencium dan mempersilahkan sang putri  duduk ditempat beliau duduk. Begitu pula bila Nabi saw datang mengunjungi buah hatinya, Fatimah bangun menyambut beliau,mencium dan mempersilahkan duduk ditempat duduknya. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Demikian beberapa hal yang dapat digolongkan ke dalam perbuatan berbakti kepada orang tua. Semoga kita mampu melakukannya. Amiin

Thursday, 7 February 2013

Hukum Tahlilan

Mengapa para ulama mengajarkan kepada umat Islam agar selalu mendoakan keluarganya yang telah meninggal dunia selama 7 hari berturut-turut ?
Telah banyak beredar pernyataan bahwa tradisi tahlilan sampai tujuh hari diadopsi dari ajaran agama Hindu. Benarkah anggapan dan asumsi mereka ini?
Berikut ini pendapat ulama salafus shaleh tentang hukum tahlilan :
Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ahli hadits kenamaan mengatakan bahwa beliau mendapatkan riwayat dari Hasyim bin al-Qasim, yang mana beliau meriwayatkan dari Al-Asyja’i, yang beliau sendiri mendengar dari Sofyan, bahwa Imam Thawus bin Kaisan ra  pernah berkata :

إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا، فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام 

“Sesungguhnya orang mati difitnah (diuji dengan pertanyaan malaikat) didalam quburnya selama 7 hari, dan “mereka” menganjurkan (mensunnahkan) agar memberikan makan (pahalanya) untuk yang meninggal selama 7 hari tersebut”.
Riwayat ini sebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal didalam az-Zuhd [1]. Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani (w. 430 H) juga menyebutkannya didalam Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyah.[2] Sedangkan Thawus bin Kaisan al-Haulani al-Yamani adalah seorang tabi’in (w. 106 H) ahli zuhud, salah satu Imam yang paling luas keilmuannya. [3] Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974) dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubraa dan Imam al-Hafidz as-Suyuthi (w. 911 H) dalam al-Hawil lil-Fatawi mengatakan bahwa dalam riwayat diatas mengandung pengertian bahwa kaum Muslimin telah melakukannya pada masa Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah SAW mengetahui dan taqrir terhadap perkara tersebut. Dikatakan (qil) juga bahwa para sahabat melakukannya namun tidak sampai kepada Rasulullah SAW. Atas hal ini kemudian dikatakan bahwa khabar ini berasal dari seluruh sahabat maka jadilah itu sebagai Ijma’, dikatakan (qil) hanya sebagian shahabat saja, dan masyhur dimasa mereka tanpa ada yang mengingkarinya. [4]
Ini merupakan anjuran (kesunnahan) untuk mengasihi (merahmati) mayyit yang baru meninggal selama dalam ujian didalam kuburnya dengan cara melakukan kenduri shadaqah makan selama 7 hari yang pahalanya untuk mayyit. Kegiatan ini telah dilakukan oleh para sahabat, difatwakan oleh mereka. Sedangkan ulama telah berijma’ bahwa pahala hal semacam itu sampai dan bermanfaat bagi mayyit.[5] Kegiatan semacam ini juga berlangsung pada masa berikutnya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Hafidz as-Suyuthiy ;
“Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku (al-Hafidz) bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (masa al-Hafidz) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga generasai awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam) menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca al-Qur’an’. [6]
Shadaqah seperti yang dilakukan diatas berlandaskan hadits Nabi yang banyak disebutkan dalam berbagai riwayat. [7] Lebih jauh lagi dalam hadits mauquf dari Sayyidina Umar bin Khaththab ra, disebutkan dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (5/328) lil-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852) sebagai berikut :

قال أحمد بن منيع حدثنا يزيد بن هارون حدثنا حماد بن سلمة عن علي بن زيد عن الحسن عن الحنف بن قيس قال كنت أسمع عمر رَضِيَ الله عَنْه يقول لا يدخل أحد من قريش في باب إلا دخل معه ناس فلا أدري ما تأويل قوله حتى طعن عمر رَضِيَ الله عَنْه فأمر صهيبا رَضِيَ الله عَنْه أن يصلي بالناس ثلاثا وأمر أن يجعل للناس طعاماً فلما رجعوا من الجنازة جاؤوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه فجاء العباس بن عبد المطلب رَضِيَ الله عَنْه فقال يا أيها الناس قد مات الحديث وسيأتي إن شاء الله تعالى بتمامه في مناقب عمر رَضِيَ الله عَنْه

“Ahmad bin Mani’ berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari ‘Ali bin Zayd, dari al-Hasan, dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku pernah mendengar ‘Umar ra mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali seseorang masuk menyertainya, maka aku tidak mengerti apa yang maksud perkataannya sampai ‘Umar ra ditikam, maka beliau memerintahkan Shuhaib ra agar shalat bersama manusia selama tiga hari, dan juga memerintahkan agar membuatkan makanan untuk manusia. Setelah mereka kembali (pulang) dari mengantar jenazah, dan sungguh makanan telah dihidangkan, maka manusia tidak mau memakannya karena sedih mereka pada saat itu, maka sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib ra datang, kemudian berkata ; wahai.. manusia sungguh telah wafat .. (al-hadits), dan InsyaAllah selengkapnya dalam Manaqib ‘Umar ra”.
Hikmah dari hadits ini adalah bahwa adat-istiadat amalan seperti Tahlilan bukan murni dari bangsa Indonesia, melainkan sudah pernah dicontohkan sejak masa sahabat, serta para masa tabi’in dan seterusnya. Karena sudah pernah dicontohkan inilah maka kebiasaan tersebut masih ada hingga kini.
Riwayat diatas juga disebutkan dengan lengkap dalam beberapa kitab antara lain Ithaful Khiyarah (2/509) lil-Imam Syihabuddin Ahmad bin Abi Bakar al-Bushiriy al-Kinani (w. 840).

وعن الأحنف بن قيس قال: “كنت أسمع عمر بن الحنطاب- رضي الله عنه- يقول: لا يدخل رجل من قريش في باب إلا دخل معه ناس. فلا أدري ما تأويل قوله، حتى طعن عمر فأمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثا، وأمر بأن يجعل للناس طعاما، فلما رجعوا من الجنازة جاءوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه، فجاء العباس بن عبد المطلب قال: يا أيها الناس، قد مات رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فأكلنا بعده وشربنا، ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا، أيها الناس كلوا من هذا الطعام. فمد يده ومد الناس أيديهم
فأكلوا، فعرفت تأويل قوله “.رواه أحمد بن منيع بسند فيه علي بن زيد بن جدعان

“Dan dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku mendengar ‘Umar bin Khaththab ra mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali manusia masuk bersamanya. Maka aku tidak maksud dari perkataannya, sampai ‘Umar di tikam kemudian memerintahkan kepada Shuhaib agar shalat bersama manusia dan membuatkan makanan hidangan makan untuk manusia selama tiga hari. Ketika mereka telah kembali dari mengantar jenazah, mereka datang dan sungguh makanan telah dihidangkan namun mereka tidak menyentuhnya karena kesedihan pada diri mereka. Maka datanglah sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib, seraya berkata : “wahai manusia, sungguh Rasulullah SAW telah wafat, dan kita semua makan dan minum setelahnya, Abu Bakar juga telah wafat dan kita makan serta minum setelahnya, wahai manusia.. makanlah oleh kalian dari makanan ini, maka sayyidina ‘Abbas mengulurkan tanggan (mengambil makanan), diikuti oleh yang lainnya kemudian mereka semua makan. Maka aku (al-Ahnaf) mengetahui maksud dari perkataannya. Ahmad bin Mani telah meriwayatkannya dengan sanad didalamnya yakni ‘Ali bin Zayd bin Jud’an”.
Disebutkan juga Majma’ az-Zawaid wa Manba’ul Fawaid (5/159) lil-Imam Nuruddin bin ‘Ali al-Haitsami (w. 807 H), dikatakan bahwa Imam ath-Thabrani telah meriwayatkannya, dan didalamnya ada ‘Ali bin Zayd, dan haditsnya hasan serta rijal-rijalnya shahih ; Kanzul ‘Ummal fiy Sunanil Aqwal wa al-Af’al lil-Imam ‘Alauddin ‘Ali al-Qadiriy asy-Syadili (w. 975 H) ; Thabaqat al-Kubra (4/21) lil-Imam Ibni Sa’ad (w. 230 H) ; Ma’rifatu wa at-Tarikh (1/110) lil-Imam Abu Yusuf al-Farisi al-Fasawi (w. 277 H) ; Tarikh Baghdad (14/320) lil-Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H).
Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya mengtakan :

قال طاووس : ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

“Thowus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “.
Sementara dalam riwayat lain :

عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا

“Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari “.
Dalam menjelaskan dua atsar tersebut imam Suyuthi menyatakan bahwa dari sisi riwayat, para perawi atsar Thowus termasuk kategori perawi hadits-hadits shohih.
Thowus yang wafat tahun 110 H sendiri dikenal sebagai salah seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat menjumpai lima puluh orang sahabat Nabi Saw. Sedangkan Ubaid bin Umair yang wafat tahun 78 H yang dimaksud adalah al-Laitsi yaitu seorang ahli mauidhoh hasanah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin Khoththob ra.
Menurut imam Muslim beliau dilahirkan di zaman Nabi SAW bahkan menurut versi lain disebutkan bahwa beliau sempat melihat Nabi SAW. Maka berdasarkan pendapat ini beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi SAW.
Sementara bila ditinjau dalam sisi diroyahnya, sebagaimana kaidah yang diakui ulama ushul dan ulama hadits bahwa: “Setiap riwayat seorang sahabat Nabi SAW yang ma ruwiya mimma la al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan akherat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi SAW), bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada sahabat dan tidak sampai kepada Nabi SAW).
Menurut ulama ushul dan hadits, makna ucapan Thowus ;

ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

Berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “, adalah para sahabat Nabi SAW telah melakukannya dan dilihat serta diakui keabsahannya oleh Nabi SAW sendiri.
(al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).
Maka tradisi bersedekah selama mitung dino / tujuh hari atau empat puluh hari pasca kematian, merupakan warisan budaya dari para tabi’in dan sahabat Nabi SAW, bahkan telah dilihat dan diakui keabsahannya pula oleh beliau Nabi Muhammad SAW.
Wallahu A’lam.



Sumber Rujukan :
[1] Lihat : Syarah ash-Shudur bisyarhi Hal al-Mautaa wal Qubur ; Syarah a-Suyuthi ‘alaa Shahih Muslim, Hasyiyah as-Suyuthi ‘alaa Sunan an-Nasaa’i dan al-Hafi lil-Fatawi lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi ; Lawami’ al-Anwar al-Bahiyyah (2/9) lil-Imam Syamsuddin Muhammad as-Safarainy al-Hanbali (w. 1188 H) ; Sairus Salafush Shalihin (1/827) lil-Imam Isma’il bin Muhammad al-Ashbahani (w. 535 H) ; Imam al-Hafidz Hajar al-Asqalani (w. 852 H) didalam al-Mathalibul ‘Aliyah (834).
[2] Lihat : Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyaa’ lil-Imam Abu Nu’aim al-Ashbahaniy : “menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, menceritakan kepada kami ayahku (Ahmad bin Hanbal), menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy, dari Sufyan, ia berkata : Thawus telah berkata : “sesungguhnya orang mati di fitnah (diuji oleh malaikat) didalam kuburnya selama 7 hari, maka ‘mereka’ menganjurkan untuk melakukan kenduri shadaqah makan yang pahalanya untuk mayyit selama 7 hari tersebut”.
[3] Lihat : al-Wafi bil Wafiyaat (16/236) lil-Imam ash-Shafadi (w. 764 H), disebutkan bahwa ‘Amru bin Dinar berkata : “aku tidak pernah melihat yang seperti Thawus”. Dalam at-Thabaqat al-Kubra li-Ibni Sa’ad (w. 230 H), Qays bin Sa’ad berkata ; “Thawus bagi kami seperti Ibnu Siirin (sahabat) bagi kalian”.
[4] Lihat ; al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (2/30-31) lil-Imam Syihabuddin Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami ; al-Hawi al-Fatawi (2/169) lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthiy.
[5] Lihat : Syarah Shahih Muslim (3/444) li-Syaikhil Islam Muhyiddin an-Nawawi asy-Syafi’i.
[6] Lihat : al-Hawi al-Fatawi (2/179) lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi.

Sebuah Pelajaran

Abu Hurairah ra. telah mendengar Nabi saw bersabda : "Ada tiga orang dari Bani Israil ; belang, botak, dan buta. Ketika Allah akan menguji mereka lalu Allah mengutus seorang malaikat berupa manusia.
Maka datanglah malaikat itu kepada orang yang belang dan bertanya : "Apakah yang kamu inginkan?" Jawabnya : "Kulit dan rupa bagus serta hilangnya penyakit yang menyebabkan orang-orang jijik kepada saya."
Maka diusap oleh malaikat itu, seketika itu juga hilang penyakitnya dan berganti rupa dengan kulit yang bagus. Kemudian di tanya lagi : "kekayaan apa yang kamu ingini?" Jawabnya : "Unta." Maka diberinya satu unta yang bunting sambil di doakan "Semoga Allah memberkahimu dalam kekayaan itu."
Kemudian datanglah malaikat itu kepada si botak dan bertanya : "Apakah yang kamu inginkan?" Jawabnya : "Rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menyebabkan kehinaanku di dalam pandangan orang." Maka diusapnya lalu seketika itu juga tumbuh rambut yang bagus. Kemudian ditanya lagi : "Kini kekayaan apa yang kamu inginkan?" Jawabnya : "Sapi" Maka diberinya satu ekor sapi yang bunting sambil didoakan "Semoga Allah memberkahimu dalam kekayaan itu."
Lalu datanglah malaikat itu kepada si buta dan bertanya : "Apa yang kamu inginkan?" Jawabnya : "Kembalinya penglihatan mataku, supaya dapat melihat orang-orang." Maka diusapnya, segera saja terbuka matanya dan dapat melihat. Selanjutnya ditanya pula : "Kekayaan apa yang kamu ingini?" Jawabnya : "Kambing." Maka diberinya seekor kambing yang bunting lalu didoakan : "Semoga Allah memberkahimu dalam kekayaan itu."
Setelah beberapa tahun dan mereka telah memiliki daerah sendiri-sendiri yang masing-masing penuh dengan unta, sapi, dan kambing, maka datanglah malaikat itu berbentuk seorang miskin laksana keadaan sibelang ketika belum sembuh dan belum kaya. Maka malaikat itu berkata : "Saya seorang miskin yang telah terputus hubungan dalam perjalanan saya ini. Maka tiada yang dapat mengembalikan saya kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian bantuanmu. Maka saya harap demi Allah yang memberi rupa dan kulit yang bagus, satu unta saja untuk meneruskan perjalananku ini."
Jawab si (mantan) belang : "Hak-hak orang masih banyak, saya tidak dapat memberimu apa-apa. Minta saja di tempat lain." Berkata malikat itu : "Saya seolah-olah pernah tahu padamu, bukankah kau dulu yang belang dan dijijiki orang, juga seorang miskin, kemudian Allah memberimu kekayaan ?"
Jawabnya : "Saya mewarisi kekayaan ini dari orang tuaku." Berkata malaikat itu : "Jika kau berdusta semoga Allah mengembalikan keadaanmu sebagaimana dahulu." Kemudian malaikat itu pergi ke (mantan) botak, dengan menyamar sebagaimana keadaan si botak dahulu. Ia pun berkata kepadanya sebagaiman yang dikatakan kepada si (mantan) belang, namun juga mendapat jawaban sebagaimana dilontarkan oleh si (mantan) belang, hingga di doakan : "Jika kau berdusta, semoga kau kembali sebagaimana keadaanmu sediakala." Dan akhirnya datanglah kepada si (mantan) buta. Dengan menyamar sebagaimana keadaan si buta semasa ia miskindan berkata : "Saya seorang miskin dan orang rantau yang telah putus hubungan dalam perjalanan, tidak dapat meneruskan perjalanan saya ini kecuali dengan pertolongan Allah kemudian bantuanmu. Saya minta demi Allah yang mengembalikan pandangan matamu, satu kambing saja untuk meneruskan perjalanan ini." Jawab si (mantan) buta : "Dahulu saya memang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah sesukamu. Saya tidak akan memberatkan sesuatupun yang kamu ambil karena Allah." Maka berkata malaikat : "Jagalah harta kekayaanmu. Sesungguhnya kamu telah diuji, maka Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada semua temanmu itu." (HR. Bukhari & Muslim)

Tugas Utama Wanita

"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”. Asma’ binti Abu Bakar ra. pernah datang   menghadap Ra...